Antara Korupsi, Listrik Mati, dan Hujan Tiada Henti

by admin

Beberapa waktu belakangan ini kita disuguhi tiga fenomena menarik. Akrobat pemberantasan korupsi yang tiada ujung dalam kasus kriminalisasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Terjadinya pemadaman listrik secara bergilir di ibukota negara bahkan di kota-kota seluruh Indonesia. Ditambah pula dengan fenomena alam langganan yang kata Fauzi Bowo “dari anak-anak sampai kakek-kakek juga tahu kalo hujan seperti ini akan jadi banjir” (wawancara dengan media massa medio satu-dua hari ini): yah, banjir merendam ibukota. Belum termasuk beberapa wilayah di luar Jabodetabek karena banjir tersulap menjadi situ-situ mendadak.

Tiga fenomena ini sepertinya independen. Saling tidak berhubungan. Karena tidak masuk di akal bila gara-gara komitmen pemberantasan korupsi yang tidak jelas berakibat pada padamnya listrik yang kemudian dibumbui oleh derasnya hujan yang menyebabkan banjir. Bonus dari hal terakhir ini adalah kemacetan berjam-jam di sebagian besar jalan di ibukota dan kota satelit pinggirannya.

Kalau dirunut dan dihubung-hubungkan mungkin ada kaitan antara fenomena hujan deras dengan listrik padam. Tapi sejauh ini listrik mati bukan karena trafo terendam air akibat banjir, tetapi karena ada gardu yang terbakar. Tak hanya satu tetapi beberapa. Kesemuanya di bagian vital yang melayani ibukota. Nah, bagaimana tuh pemeliharaannya, ya?

Kalau kita iseng mengaitkan antara hujan tiada henti dengan derasnya koruptor melakukan korupsi dan terseok-seoknya pemberantasan korupsi, agak sulit menemukan kaitannya. Kecuali yang sedikit ada hubungannya, adalah mungkin antara listrik mati dan perilaku korupsi.Secara hipotetis, uang beli trafo dikorupsi atau uang pemeliharaan dikorupsi. Itu kemungkinan saja, bukan sebuah fakta (semoga).

Wah, puyeng. Saya tak akan menulis sebab musabah dan mengaitkan tiga fenomena yang (sepertinya) independen itu. Kalau kita percaya ketiga hal tersebut ada hubungannya, kita akan dituduh pengikuti klenik. Bukan lagi menggunakan akal sehat sebagai bekal dasar seorang ilmuwan. Biarkan intepretasi kita melanglang buana bebas menembus horison yang tak berbatas untuk menganalisanya.

Namun yang pasti, akibat dari tiga hal tadi adalah nyata: investasi terhambat, potensial investor berpikir seribu kali, bahkan investor yang ada bisa mulai berpikir hengkang dari negeri ini. Kalau ini terjadi, bagaimana pertumbuhan ekonomi akan bergerak di bumi pertiwi tercinta ini. Bagaimana kesempatan kerja akan tercipta bila para pelaku sektor riil itu berpikir jutaan kali untuk menanamkan uangnya semakin banyak lagi. Tak hanya pengusaha kelas kakap yang menderita, tapi enteprenur kecil dan menengah pun berteriak bila pasokan sumber daya putus-nyambung putus-nyambung seperti judul lagi saja. Mereka tak bisa deliver janji mereka kepada para konsumen langganan fanatik mereka.

Jadi ketiga hal tadi bukan fenomena yang bisa disepelekan. Tak bisa ditangani secara parsial. Yang pasti, harus mau bekerja dan dengan keras. Bagi yang bertanggung jawab menegakkan hukum, tegakkanlah secara adil. Yang memiliki tanggung jawab memikirkan jalanan, bangunan, jembatan, rumah-rumah dan gedung-gedung di negeri ini jadi terang-benderang, ayo lakukanlah dengan sebaik mungkin.  Nah yang kebagian mengatur agar debit air yang tinggi pastikan bahwa tidak akan menimbulkan banjir dan menggenangi tak hanya sawah ladang tetapi juga jalanan protokol dan perumahan rakyat dan kaum elit.

Jangan sampai pula kalangan internasional menilai ada keraguan akibat terlalu hati-hati dan tak memiliki determinasi dalam memimpin negeri dengan lebih dari 200 juta rakyat ini. Jangan sampai mereka berpikir bahwa kita lemah membrantas korupsi, membiarkan para “anggodo-lian” mengangkangi institusi terhormat penegak hukum, dan kita tak mampu mengatur infrastruktur secara lebih cerdas. Rakyat kini menunggu pembuktian dari janji-janji. Harus diingat, setiap janji adalah hutang. Setiap hutang tak akan lupa ditagih bila tak kunjung dibayar. Bangun, kini saatnya beraksi!

You may also like

Leave a Comment